Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa Sansekerta “dhra” yang artinya menahan atau menanggung.
Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Ada penderitaan lahir, batin, maupun lahir batin. Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan.
Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Penderitaan akan dialami oleh semua orang, hal itu sudah merupakan “resiko hidup”. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan pada umat-Nya, tetapi juga memberikan penderitaan ataau kesedihan yang kadang-kadang bermakna agar manusia sadar untuk tidak berpaling dari-Nya.
Bagi manusia yang tebal imannya, musibah yang dialaminya akan cepat dapat menyadarkan dirinya untuk bertobat kepada-Nya dan bersikap pasrah akan nasib yang ditentukan Tuhan atas dirinya. Kepasrahan karena yakin bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari dirinya, akan membuat manusia merasa dirinya lebih kecil dan menerima takdir. Dalam kepasrahan demikianlah akan diperoleh suatu kedamaian dalam hatinya, sehingga secara berangsur akan berkurang penderitaan yang dialaminya, dan pada akhirnya masih dapat bersyukur bahwa Tuhan tidak memberikan cobaan yang lebih berat dari yang dialaminya.
Penderitaan Pada Manusia
1. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
2. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan / azab Tuhan
Pengaruh Penderitaan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh bermacam-macam pengaruh dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif maupun sikap negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, ingin bunuh diri, dsb. Sikap ini diungkapkan dalam peribahasa “sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”, “nasi sudah menjadi bubur”. Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat menimbulkan sikap anti, seperti anti pacaran, anti setia, anti sosial, anti pemerintah, dsb.
Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari penderitaan, dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar